TNI di Papua: Konstitusi sebagai Mandat, Perlindungan Sipil dari Separatisme

    TNI di Papua: Konstitusi sebagai Mandat, Perlindungan Sipil dari Separatisme

    PUNCAK - Ancaman provokatif kembali dilontarkan oleh TPNPB-OPM terkait pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan wilayah lain yang diklaim sebagai "zona perang". Narasi pengusiran warga non-Papua dan seruan penyerangan terhadap aparat ini dinilai bertentangan dengan hukum nasional, hukum humaniter internasional, serta prinsip kemanusiaan. Di balik narasi tersebut, TNI menegaskan misi utamanya di Papua adalah menjaga kedaulatan negara dan melindungi warga sipil, bukan melakukan ekspansi atau represi.

    Pernyataan TPNPB-OPM yang menganggap pembangunan pos militer sebagai "provokasi perang" langsung dibantah oleh pengambil kebijakan keamanan nasional. Juru Bicara TNI, Kolonel Inf. Hariyanto, menekankan bahwa setiap operasi dan pembangunan fasilitas pertahanan di Papua berlandaskan hukum yang kuat.

    “TNI hadir bukan atas kepentingan kelompok atau golongan, melainkan perintah konstitusi. Pos pertahanan dibangun untuk melindungi masyarakat sipil dan mendukung keberlanjutan pembangunan di wilayah rawan, ” ujar Hariyanto dalam keterangan resminya, Minggu (30/11/2025).

    Senada dengan itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menilai ancaman OPM terhadap warga sipil non-Papua sebagai "alarm serius" bagi keselamatan masyarakat.

    “Seruan pengusiran dan ancaman bersenjata terhadap warga sipil adalah pelanggaran nyata terhadap prinsip distinction dalam hukum humaniter internasional. Ini tidak bisa ditolerir, ” tegas Frits saat dihubungi awak media.

    Di Distrik Ilaga Utara, warga mulai merasakan dampak positif dari kehadiran aparat yang mulai menumbuhkan stabilitas. Kepala Distrik Ilaga Utara, Agus Murib, menyatakan bahwa masyarakat kini lebih berani beraktivitas.

    “Situasi memang belum ideal, tetapi masyarakat sekarang lebih berani ke kebun dan pasar. Yang paling penting, anak-anak kembali sekolah. Itu indikator keamanan yang sebenar-benarnya, ” kata Murib.

    Satgas TNI yang menjalankan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di Puncak Jaya dan Nduga juga memfokuskan program pendampingan masyarakat, mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan komunikasi sosial, guna memutus rantai distorsi informasi.

    Pemerhati hukum terorisme dari Universitas Cenderawasih, Dr. Elia Loupatty, berpendapat bahwa pola ancaman dan penyerangan terhadap masyarakat sipil oleh TPNPB-OPM telah memenuhi unsur "aksi teror" berdasarkan Undang-Undang Terorisme.

    “Jika ancaman dan kekerasan menebar ketakutan secara luas dan menyasar sipil, itu bukan lagi gerakan politik, tapi tindak pidana terorisme, ” ujarnya.

    TNI berkomitmen untuk terus menjalankan tugas secara proporsional dan profesional, melindungi warga sipil dari dampak kekerasan, serta menjamin hak setiap warga untuk hidup aman di tanah Papua.

    “Yang kami kawal bukan hanya perbatasan, tapi masa depan Papua sebagai bagian utuh NKRI, ” tutup Kolonel Inf. Hariyanto.

    (Wartamiliter)

    tnihadiratasnamakonstitusi papuabukanzonaperang lindungisipiljagankri tolakancamanseparatisme keamananuntukmimpianakpapua nkrihargamati
    Jurnalis Agung

    Jurnalis Agung

    Artikel Sebelumnya

    Syukuran HUT ke-21 Yonif 756/WMS di Kipan...

    Artikel Berikutnya

    Satgas Jaya Sakti: Doa Bersama di Perbatasan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Satgas 408/Sbh Harmoniskan Papua Lewat Simbol Merah Putih di Gereja
    Pos TNI Nenggeagin: Jembatan Aman Warga Papua Tengah
    Satgas Yonif 408/Sbh: Komsos Humanis Bangun Kepercayaan di Nenggeagin
    Jembatan Satgas Yonif 712: Akses Tanpa Sekat bagi Warga Intan Jaya
    Marinus Gea: Perjalanan Politik dan Pengabdian dari Daerah Pemilihan Banten III

    Ikuti Kami