PUNCAK - Di tengah bayang-bayang ketidakamanan yang kerap menyelimuti Kabupaten Puncak, hadirnya Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti (Wyc) justru menawarkan cerita yang berbeda dari operasi militer pada umumnya. Alih-alih fokus pada kekuatan senjata, mereka memilih jalan pemberdayaan masyarakat, menghadirkan layanan langsung, menanamkan wawasan kebangsaan, dan membangkitkan semangat kemandirian warga.
Kamis lalu (27/11/2025), personel Pos Titik Kuat Kosatgas tak sekadar berpatroli. Mereka menggelar aksi pelayanan sosial dan sosialisasi wawasan kebangsaan di Ilaga. Puluhan warga, mulai dari tokoh adat, pemuda, hingga para ibu rumah tangga, yang selama ini hidup dalam kecemasan akibat intimidasi kelompok bersenjata, berkumpul. Mereka hadir bukan karena paksaan, melainkan harapan akan perubahan.
Yustus Murib, seorang tokoh masyarakat dari Kampung Kimak, merasakan betul perubahan aura di lingkungannya. Ia melihat kehadiran Satgas bukan hanya sekadar penjagaan fisik, tapi lebih dari itu, memberikan warga keberanian baru untuk menentukan arah masa depan mereka sendiri.
“Keamanan itu bukan hanya soal tentara berjaga. Tapi anak-anak kami bisa sekolah, orang sakit bisa diobati cepat, tanpa takut ada gangguan. Sekarang warga juga mulai berani bilang tidak ke kekerasan, ” tegas Yustus.
Perasaan yang sama diungkapkan Mama Lina Murib, salah satu ibu yang hadir dalam kegiatan tersebut. Ia menyaksikan sendiri bagaimana mental warga mulai bergeser. Rasa takut yang dulu membekas perlahan terkikis, digantikan oleh keberanian untuk menolak segala bentuk kekerasan dan intimidasi.
“Kami dulu takut bicara. Sekarang kami mulai berani. Hidup aman lebih penting dari ikut kelompok yang hanya bawa air mata, ” ujarnya penuh keyakinan.
Pendekatan yang mengutamakan hati dan kepercayaan publik ini ditegaskan oleh Pasi Ter Satgas Yonif 700/Wyc, Lettu Inf Warda. Ia mengakui bahwa medan pertempuran sesungguhnya saat ini bukanlah hutan belantara atau puncak gunung, melainkan hati dan kepercayaan masyarakat.
“Ketika kehadiran negara dirasakan lewat pelayanan nyata, masyarakat akan memilih berdiri bersama negara. Di situlah kekerasan kehilangan ruang pengaruhnya, ” jelas Warda.
Berbagai program konkret telah menyentuh kehidupan warga di wilayah Puncak. Mulai dari pelayanan kesehatan keliling yang menjangkau pelosok, bantuan pendidikan untuk anak-anak di pos-pos kampung, hingga pembangunan akses jalan dan pemasangan panel surya yang diharapkan dapat menunjang kemandirian energi warga.
Dr. Alphonse Numba, seorang analis konflik Papua dari Universitas Cenderawasih, memberikan pandangannya mengenai strategi teritorial humanis ini. Ia menilai pendekatan semacam ini memiliki dampak psikologis yang jauh lebih mendalam dibandingkan operasi militer yang hanya mengandalkan kekuatan fisik.
“Ketika warga mendapat akses dasar yang stabil, mereka akan membangun ‘pertahanan sosial’ sendiri terhadap kelompok yang mengandalkan senjata dan teror. Ini menjadi model disrupsi damai yang efektif di daerah Puncak, ” paparnya.
Keberanian baru warga ini juga terlihat di lapangan. Beberapa tokoh pemuda kini aktif menggerakkan sistem keamanan kampung (siskamling), sementara para orang tua tak lagi ragu menolak kehadiran pihak luar yang berupaya merekrut warga melalui ancaman atau propaganda menyesatkan. TNI berkomitmen untuk terus memperluas program-program pemberdayaan ini ke kampung-kampung pegunungan lainnya, demi memperkuat mental, membuka akses, dan menumbuhkan kemandirian sosial masyarakat.

Updates.