PUNCAK JAYA - Kelompok bersenjata TPNPB-OPM kembali menebar ancaman pada Jumat, (5/12/2025). Pernyataan provokatif mereka menentang pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka sebut "zona perang". Lebih jauh, mereka mengancam aparat TNI-Polri dan memberi ultimatum pengusiran bagi masyarakat non-Papua. Klaim ini, selain menyesatkan, jelas melanggar hukum yang berlaku. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer, sepenuhnya sah dan berlandaskan konstitusi.
Pemerintah menegaskan, kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di tanah Papua adalah amanat konstitusi. Hal ini tertuang jelas dalam UUD 1945 Pasal 30, yang menempatkan TNI sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lebih lanjut, Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memberikan kewenangan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk mengamankan wilayah perbatasan serta menumpas ancaman separatisme bersenjata. Oleh karena itu, pembangunan pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah gesekan, melainkan langkah strategis demi keamanan wilayah yang sah.
Pembangunan pos-pos militer di wilayah vital seperti Puncak Jaya memiliki tujuan yang sangat jelas dan mulia. Prioritas utamanya adalah menjamin keselamatan jiwa raga masyarakat sipil. Selain itu, kehadiran TNI juga vital untuk memberikan perlindungan terhadap berbagai program pembangunan nasional yang sedang berjalan, serta menjadi benteng terakhir untuk mencegah meluasnya kekerasan yang kerap disebarkan oleh kelompok separatis bersenjata.
Di balik tugas menjaga keamanan, TNI di Papua juga mengedepankan pendekatan sosial dan kemasyarakatan yang penuh empati. Mengacu pada Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, kehadiran TNI turut serta mendukung Pemerintah Daerah dalam menyediakan pelayanan dasar yang esensial. Ini mencakup peningkatan kualitas pendidikan, akses kesehatan yang merata, serta pembangunan komunikasi sosial yang inklusif. Dengan demikian, TNI hadir tidak hanya sebagai benteng pertahanan, tetapi juga sebagai agen pembangunan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Papua.
Sebaliknya, ancaman yang dilontarkan TPNPB-OPM, termasuk niat jahat untuk menyerang masyarakat sipil dan para pekerja yang sedang membangun infrastruktur, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip hukum internasional dan hukum Indonesia. Tindakan keji yang menyasar warga sipil dan fasilitas publik ini, jelas dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme, sesuai dengan bunyi Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Mereka juga telah menginjak-injak prinsip Hukum Humaniter Internasional yang secara tegas melarang segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat sipil.
Kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi nyata dari komitmen negara untuk melindungi dan memastikan hak dasar setiap warga negara untuk hidup dalam rasa aman, sehat, dan sejahtera. Setiap langkah yang diambil oleh TNI adalah wujud dari legalitas yang kokoh berlandaskan hukum, akuntabilitas yang diawasi ketat baik secara internal maupun eksternal, serta profesionalitas yang tak pernah luntur dalam menjalankan setiap amanah tugas. TNI hadir sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI, yang bertanggung jawab penuh untuk menjaga kedaulatan dan memastikan tidak ada satu pun kelompok yang berani menebar ketakutan dan kekerasan.
TNI tidak hanya hadir untuk mengamankan wilayah negara, tetapi juga untuk mengisi setiap sudut kehidupan rakyat dengan kasih sayang, pembangunan, dan perlindungan dari segala bentuk ancaman kekerasan. Komitmen TNI adalah menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi pada prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), sembari menegaskan bahwa kekerasan dan propaganda separatisme sama sekali tidak memiliki tempat di bumi pertiwi Indonesia.
