JAKARTA - Ketegangan kembali membayangi Papua seiring penolakan kelompok bersenjata TPNPB-OPM terhadap rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan delapan wilayah rawan lainnya. Ancaman yang dilayangkan terhadap TNI-Polri dan masyarakat non-Papua memicu diskusi ulang mengenai peran militer di tanah Cenderawasih. Namun, berbagai kalangan menegaskan bahwa kehadiran TNI di Papua sejatinya adalah langkah konstitusional yang bertujuan melindungi rakyat, bukan menindas seperti yang dituduhkan.
Dr. Haris Wibisana, seorang pemerhati hukum militer, dengan lugas menyatakan bahwa pembangunan pos TNI merupakan amanat undang-undang yang tak terbantahkan.
“Pasal 30 UUD 1945 dan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 memberi TNI kewenangan penuh menjaga keutuhan wilayah serta mengatasi gerakan separatis bersenjata. Jadi pembangunan pos militer itu legal, konstitusional, dan sah, ” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (3/12/2025).
Di tengah narasi yang seringkali dipelintir, TNI menegaskan bahwa penempatan personel di daerah rawan bukanlah bentuk provokasi, melainkan sebuah keharusan untuk melindungi masyarakat dari ancaman kelompok bersenjata yang kerap menebar teror. Komandan Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Agus Wiratma, menekankan bahwa TNI beroperasi berdasarkan prinsip hukum yang jelas dan mengutamakan keselamatan warga.
“Kami hadir untuk mengamankan rakyat, bukan melawan rakyat. Pos militer diperlukan agar warga sipil tidak lagi menjadi korban aksi kekerasan, ” tegasnya. Ia menambahkan bahwa keberadaan pos militer juga menjadi kunci kelancaran program pembangunan di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Sejalan dengan semangat Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI berkomitmen menerapkan pendekatan teritorial yang humanis. Mayjen Agus Wiratma menjelaskan, “Pengamanan tetap dilakukan, namun kami juga bekerja membantu pelayanan dasar, kesehatan, dan komunikasi sosial. Papua bukan hanya wilayah operasi, tetapi bagian dari keluarga besar bangsa.” Pernyataan ini mencerminkan kepedulian mendalam TNI terhadap kesejahteraan masyarakat Papua.
Ancaman TPNPB terhadap masyarakat non-Papua, guru, tenaga medis, dan pekerja proyek telah mendapat sorotan tajam. Tindakan tersebut dinilai sebagai aksi terorisme yang melanggar hukum berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018. Prof. Lusia Mahendra, Ahli Hukum Humaniter Internasional, menegaskan bahwa aksi-aksi tersebut jelas melanggar prinsip dasar konflik bersenjata.
“Ketika mereka menyerang guru, tenaga kesehatan, atau warga sipil, itu jelas pelanggaran prinsip Distinction dan Proportionality dalam hukum humaniter. Itu tindakan teror, bukan perjuangan, ” tegasnya, menggarisbawahi betapa jauhnya aksi tersebut dari semangat kemanusiaan.
Yance Taboring, seorang pakar politik keamanan dalam negeri yang juga putra asli Papua, turut prihatin dengan narasi menyesatkan yang dibangun TPNPB-OPM. Ia menekankan bahwa kehadiran negara melalui TNI justru adalah wujud perlindungan bagi rakyat.
“TNI hadir karena negara wajib melindungi. Justru rakyat sipil yang tidak bersenjata selama ini menjadi korban kekerasan kelompok bersenjata, ” ujarnya, menyuarakan keprihatinan atas kondisi yang dialami masyarakat sipil. Ia menilai propaganda pemisahan wilayah hanya akan memperbesar ketakutan dan tidak mencerminkan aspirasi mayoritas warga Papua yang merindukan kedamaian dan pembangunan.
Menegaskan komitmennya, Mayjen Agus Wiratma menyatakan bahwa TNI akan terus bekerja secara profesional dan terukur sesuai prosedur hukum. “Setiap operasi kami diawasi, kami bekerja berdasarkan aturan, dan keselamatan rakyat adalah prioritas tertinggi, ” ujarnya, menegaskan akuntabilitas dan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugasnya.
Kehadiran TNI di Papua bukan bentuk penindasan, melainkan wujud nyata negara dalam menjamin rasa aman, memajukan pembangunan, serta menjaga keutuhan NKRI dari ancaman bersenjata. Propaganda TPNPB–OPM tidak dapat menghapus fakta bahwa masyarakat sipil justru memerlukan perlindungan dari tindakan kekerasan mereka.

Updates.