INTAN JAYA - Medan yang sulit dan derasnya arus sungai selama bertahun-tahun telah menjadi benteng penghalang bagi aktivitas sehari-hari warga Kampung Soanggama, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Namun, benteng itu kini perlahan runtuh berkat pembangunan jembatan kayu sederhana yang diinisiasi oleh Satgas Pamtas Mobile Yonif 712/Wiratama (WT) bersama masyarakat setempat dalam program Karya Bhakti pada Senin (1/12/2025).
Jembatan yang berdiri kokoh di jalur utama menuju perkampungan ini bukan sekadar tumpukan kayu. Ia adalah denyut nadi baru bagi mobilitas anak-anak yang berangkat sekolah, kelancaran distribusi hasil kebun, hingga jaminan akses darurat medis, terutama saat debit sungai meluap di musim hujan.
Komandan TK Soanggama, Lettu Inf. M. Agung, mengungkapkan bahwa pembangunan ini lahir dari pemetaan kebutuhan wilayah yang mendalam oleh tim teritorial satgas. Ia merasakan langsung kerinduan warga akan jembatan tersebut.
"Sungai ini sempat memutus akses warga ke sekolah dan pasar, khususnya setelah hujan deras. Jembatan yang kami bangun mungkin sederhana, tetapi fungsinya sangat besar bagi masa depan anak-anak dan ekonomi keluarga di sini, " ujar Lettu M. Agung, Senin (1/12/2025).
Lettu M. Agung menambahkan, filosofi operasi teritorial yang diusungnya adalah mendengar terlebih dahulu sebelum bertindak, karena masyarakatlah yang paling memahami denyut nadi kampung mereka.
Pernyataan itu sontak diamini oleh Kepala Suku Soanggama, Oto Lawiya (54), yang tak henti-hentinya meneteskan air mata haru. Keterlibatannya dalam pembangunan jembatan ini sejak tahap awal membuktikan betapa berharganya harapan yang kini terwujud.
"Kami sudah lama butuh jembatan ini. Yang membuat kami terharu bukan hanya hasilnya, tapi karena TNI membangun bersama kami, dari pagi sampai selesai, tanpa jaga jarak, " kata Oto Lawiya, Senin (1/12/2025).
Ia melanjutkan, kini anak-anak tak perlu lagi khawatir terlambat sekolah, dan para ibu tak perlu menunda menjual hasil kebun mereka.
"Sekarang, anak-anak bisa ke sekolah tepat waktu. Mama-mama juga bisa ke pasar bawa sayur dan kopi tanpa tunggu arus surut dulu, " ungkapnya dengan senyum lebar.
Apresiasi mendalam juga datang dari Ketua Dewan Gereja Baptis Soanggama, Sabinus Sani (52), yang menyaksikan geliat sosial yang ditimbulkan oleh jembatan ini.
"Bagi jemaat kami, rasa aman itu penting. Tapi rasa didengar itu lebih penting, " ujar Sabinus Sani, Senin (1/12/2025).
Ia meyakini, jembatan ini adalah simbol kebersamaan dalam membangun kampung, bukan sekadar menjaga.
"Saat jembatan ini berdiri, itu juga tanda bahwa kami punya jalan bersama untuk bangun kampung, bukan hanya jaga kampung. Semoga Tuhan menyertai setiap langkah kebaikan mereka, " tuturnya penuh harap.
Tak hanya membangun jembatan, Satgas bersama warga juga bergotong royong merapikan lingkungan kampung dan jalur masuk, menjadi bagian dari Karya Bhakti terpadu yang menyentuh berbagai aspek kehidupan.
Pengamat Pembangunan Wilayah Pegunungan Papua, Dr. Filmon O. Murib, seorang akademisi dari Universitas Papua Tengah, menilai model pembangunan kolaboratif seperti ini sangat efektif dan revolusioner untuk daerah 3T di Papua.
"Kegiatan ini memenuhi unsur pembangunan partisipatif. Dampaknya langsung dirasakan dan dikerjakan oleh penerima manfaatnya sendiri, " jelas Dr. Filmon Murib, Senin (1/12/2025).
Ia menambahkan, ini adalah bukti nyata bagaimana tantangan geografis di Papua dapat dijawab melalui sinergi yang kuat, bukan sekadar program yang datang dari atas.
Jembatan kayu Soanggama yang kini membentang sepanjang sekitar 6 meter dengan lebar 1, 5 meter, telah dibuka untuk dilalui pejalan kaki dan kendaraan angkut hasil kebun. Warga berharap, konstruksi sederhana ini dapat menjadi fondasi kokoh bagi pembangunan konektivitas desa yang lebih luas di Distrik Hitadipa.

Jefri Jayapura