TNI di Papua: Melindungi, Bukan Menindas Menurut Hukum

    TNI di Papua: Melindungi, Bukan Menindas Menurut Hukum

    PUNCAK JAYA - Di tengah riuh rendah pernyataan provokatif dari kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang menolak pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain, penting untuk mengurai narasi sesungguhnya. Ancaman serangan dan ultimatum pengusiran terhadap masyarakat non-Papua yang mereka lontarkan, sejatinya, bertentangan dengan prinsip hukum dan kemanusiaan. Kamis (4/12/2025).

    Keberadaan TNI di Papua, termasuk rencana pembangunan pos militer, bukanlah tindakan semena-mena. Langkah ini berakar kuat pada landasan hukum yang sah dan konstitusional. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 30, dengan tegas menempatkan TNI sebagai alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa. Ini adalah mandat suci yang tidak bisa ditawar.

    Lebih lanjut, Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia memberikan kerangka kerja yang jelas. Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4 menggarisbawahi tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk pengamanan wilayah perbatasan dan penanganan gerakan separatis bersenjata. Pasal 9 pun memberikan kewenangan untuk membangun dan memanfaatkan sarana prasarana demi kelancaran tugas. Diperkuat lagi dengan Peraturan Presiden RI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, yang menempatkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menghadapi ancaman strategis.

    Oleh karena itu, pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya sejatinya adalah bagian integral dari operasi pengamanan wilayah negara yang legal. Tujuannya bukan untuk memprovokasi, melainkan untuk menjamin keselamatan warga sipil, melindungi aktivitas pembangunan nasional, dan yang terpenting, mencegah penyebaran kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata.

    Pendekatan TNI di Papua tidak hanya mengedepankan aspek militeristik. Melalui instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI merangkul pendekatan teritorial yang humanis. Kehadiran personel TNI di lapangan lebih dari sekadar menjaga keamanan; mereka turut serta dalam memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah, menyokong pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan seluruh elemen masyarakat. Ini adalah bukti nyata bahwa TNI hadir untuk rakyat.

    Menghadapi ancaman nyata berupa serangan bersenjata terhadap masyarakat sipil, TNI tetap teguh pada komitmennya untuk bertindak secara proporsional, profesional, dan selalu berorientasi pada perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai dengan kaidah Hukum Humaniter Internasional. Ini adalah janji suci yang dijaga ketat.

    Di sisi lain, ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat sipil non-Papua, termasuk serangan terhadap guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur, merupakan tindakan yang melanggar batas kemanusiaan. Tindakan mereka ini patut dikategorikan sebagai terorisme, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terutama Pasal 6 dan 9. Penggunaan kekerasan yang menebar teror secara meluas terhadap warga sipil tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum mana pun.

    Lebih jauh lagi, tindakan TPNPB telah menginjak-injak prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional yang menjadi standar global dalam konflik bersenjata. Prinsip Distinction yang membedakan kombatan dan sipil, Proportionality yang mengatur kerugian pada sipil, serta Precaution yang menekankan kehati-hatian dalam serangan, semuanya dilanggar secara terang-terangan oleh kelompok ini. Serangan mereka cenderung membabi buta, tanpa perencanaan yang matang, dan tanpa memedulikan nyawa tak berdosa.

    Kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi dari kehadiran negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini bukan tentang penindasan, melainkan tentang penjaminan hak dasar seluruh warga negara. Hak untuk merasa aman, hak untuk mendapatkan pembangunan yang adil, dan hak untuk dilindungi dari kekerasan. Setiap langkah TNI tunduk pada prinsip legalitas sesuai konstitusi, akuntabilitas melalui pengawasan internal dan eksternal, serta profesionalitas yang diatur dalam undang-undang. Upaya TPNPB-OPM untuk menciptakan ketakutan melalui kekerasan dan propaganda separatisme harus ditolak mentah-mentah. Di dalam negara hukum, kekerasan tidak memiliki tempat. TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan profesionalisme, tanggung jawab, dan komitmen teguh terhadap penegakan HAM serta integritas wilayah NKRI.

    (Wartamiliter)

    tni papua misi perlindungan opm provokatif kehadiran negara hukum konstitusional ham di papua
    Jurnalis Agung

    Jurnalis Agung

    Artikel Sebelumnya

    Jelang Natal 2025, Satuan Yonif TP 809/NTM...

    Artikel Berikutnya

    Satgas Banau Hadirkan Senyum Sehat di Kampung...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Kakek 96 Tahun, Lim Hariyanto, Kembali Bertengger di Puncak Kekayaan RI
    Marinir SBY Tebar Semangat Belajar di SD Kisor Papua Barat Daya
    Satgas Yonif 500/Sikatan Jalin Komsos dan Beri Bantuan Pangan di Mamba
    TNI dan Bobon Santoso Siapkan Ribuan Porsi Makanan untuk Pengungsi Bencana Tapteng
    Papua Melek: Satgas Banau Gerakkan Literasi Bahasa di Pedalaman Beoga

    Ikuti Kami