JAYAPURA - Menyikapi narasi provokatif dari kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM) yang menolak pembangunan pos TNI di Puncak Jaya dan wilayah lain, serta mengancam aparat dan warga non-Papua, penting untuk memahami duduk perkara sebenarnya. Ancaman tersebut tidak hanya menimbulkan ketakutan, tetapi juga menyesatkan secara hukum. Kehadiran TNI di Papua sejatinya adalah mandat negara yang sah dan konstitusional untuk menjaga keamanan masyarakat serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selasa (2/12/2025).
Dasar hukum kehadiran TNI di Papua sangatlah kuat. Pasal 30 UUD 1945 menegaskan bahwa Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang memiliki tugas mulia menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan seluruh bangsa. Lebih lanjut, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, memberikan kewenangan kepada TNI untuk melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata. Pasal 9 UU yang sama juga mempertegas hak TNI untuk membangun sarana prasarana demi mendukung pelaksanaan tugasnya. Pengaturan peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menanggapi ancaman strategis, termasuk konflik bersenjata, juga diperkuat melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2019.
Pembangunan pos-pos TNI di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah provokasi, melainkan sebuah langkah strategis yang bertujuan utama untuk melindungi masyarakat sipil dari ancaman kelompok bersenjata. Pos-pos ini juga menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan bagi berbagai program pembangunan, mulai dari infrastruktur vital hingga pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Tujuannya jelas: mencegah meluasnya kekerasan dan aksi teror yang dapat mengganggu ketenangan dan kemajuan di wilayah pegunungan Papua. Saya merasakan langsung betapa pentingnya rasa aman bagi setiap warga untuk bisa beraktivitas dan membangun masa depan yang lebih baik.
Seorang perwira Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III yang enggan disebutkan namanya, menegaskan, “TNI hadir untuk melindungi masyarakat, bukan untuk menciptakan ketakutan. Setiap operasi kami memiliki dasar hukum dan dijalankan dengan asas profesionalitas.” Pernyataan ini mencerminkan komitmen nyata di lapangan, di mana setiap langkah diambil dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab.
Lebih dari sekadar operasi militer, kehadiran TNI di Papua juga diwarnai pendekatan humanis yang mendalam. Sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI secara aktif terlibat dalam berbagai program kesejahteraan. Ini termasuk membuka layanan kesehatan keliling yang menjangkau daerah terpencil, mendukung sistem pendidikan di kampung-kampung, membangun komunikasi sosial yang lebih inklusif, serta membantu pemerintah daerah dalam mengakselerasi pembangunan. Dari Homeyo hingga Intan Jaya, berbagai satuan TNI kerap menggelar bakti sosial, pelayanan kesehatan gratis, dapur umum, hingga program pemberdayaan masyarakat yang menyentuh langsung kehidupan warga.
Dr. Aloysius Itlay, seorang pengamat sosial di Papua, memberikan pandangannya, “Pendekatan TNI di Papua sangat humanis. Mereka membantu pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga pengamanan pembangunan. Ini bukan operasi militer semata, tapi operasi kemanusiaan.” Pengakuan ini menjadi bukti betapa TNI berupaya menyatu dengan masyarakat dan berkontribusi pada pembangunan Papua secara holistik.
Di sisi lain, pernyataan dan tindakan TPNPB-OPM yang mengancam warga non-Papua serta serangan terhadap guru, tenaga kesehatan, pekerja pembangunan, dan fasilitas publik, sejatinya memenuhi unsur tindak pidana terorisme. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 Pasal 6 dan 9, tindakan kekerasan yang menimbulkan teror terhadap masyarakat sipil dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Lebih jauh lagi, serangan sembarangan terhadap warga sipil jelas melanggar prinsip-prinsip fundamental Hukum Humaniter Internasional, seperti prinsip pembedaan (distinction) antara kombatan dan sipil, proporsionalitas, dan kehati-hatian.
Kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi kehadiran negara yang utuh, yang hadir untuk melindungi, bukan menindas. Misi mereka adalah memastikan keamanan bagi seluruh masyarakat, menjaga hak-hak sipil, dan menjamin pembangunan dapat berjalan lancar demi kesejahteraan bersama.
“Tidak ada satu pun operasi TNI yang berjalan tanpa dasar hukum. Kami bekerja di bawah pengawasan internal dan eksternal, dan selalu mengedepankan prinsip HAM, ” tegas seorang pejabat Mabes TNI.
Kekerasan bersenjata dan propaganda separatis yang membahayakan masyarakat sipil haruslah ditolak oleh seluruh elemen bangsa. Papua adalah rumah kita bersama, dan setiap warga, baik asli Papua maupun non-Papua, berhak menikmati kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan.
